Kamis, 21 Maret 2013

Refleksi Mathematics and language 6

Konsep matematika adalah jenis model. Dari jenis model yang ada, yang menjadi masalah adalah tentang siapa dan bagaimana dibangunnya. Mengenai matematika dan bahasa, masing-masing etnis dan budaya memiliki perbedaan dalam memberikan komunikasi terhadap pembelajaran. Namun perlu diingat bahwa, matematika adalah bahasa itu sendiri tentang bagaimana matematika mengungkapkan sesuatu, menerjemahkan sesuatu, dan dalam hal berkomunikasi terhadap sesuatu. Meskipun bahasa matematika memiliki kata atau simbol yang tidak verbal, hal ini tidak menjadi masalah. Hal ini dikarenakan ada hal yang lebih penting dari itu, yakni tentang bagaimana siswa memahami konsep dan nilai matematika melalui bahasa intuisi mereka sendiri. Untuk itulah, guru perlu membangun stimulus terhadap siswa untuk bagaimana siswa itu dapat berinteraksi dengan matematika menggunakan bahasa mereka sendiri.

Refleksi Mathematics and Language 8

Suatu keprihatinan jika seorang pendidik ( guru ) tidak memiliki bahasa yang komunikatif dalam kegiatan belajar mengajar terhadap siswanya. Apalagi jika pendidik ini mengajar siswa sekolah dasar yang notabene-nya memiliki siswa yang masih sederhana dalam berbahasa. Untuk itulah diperlukan komunikasi yang seimbang antara komunikasi vertikal dan komunikasi horisontal, selain itu dapat pula menggunakan metodenya “ marty “ melalui teknologi yang lebih variatif dan lebih spesifik. Namun perlu diingat, tetap menggunakan bahasa yang komunikatif ( mudah ditelaah siswa).

Refleksi Mathematics and Language 11

Pada dasarnya, setiap manusia memiliki potensi yang berbeda-beda sebagai pemberian dari Tuhan Yang Maha Esa. Saya menyadari bahwa dari potensi-potensi tersebut, manusia diciptakan untuk saling berinteraksi sabagai pelengkap satu sama lain. Maka untuk itulah diperlukan rasa saling menghormati tanpa memandang latar belakang kehidupan seorang manusia meskipun terkadang banyak perbedaan yang dapat memicu suatu pertentangan. Pemicu suatu pertentangan ini dapat terjadi ketika kita memiliki gambaran atau sudut pandang yang berbeda dengan apa yang sebenarnya menjadi acuan dari suatu fenomena. Misalnya saja tentang 1+1=2 merupakan suatu pernyataan yang benar, hal ini masih terlalu dini untuk mengambil keputusan dalam mengartikan kebenaran ini karena bisa jadi pernyataan tersebut salah dikarenakan adanya perintah yang berbeda. Jadi, dalam menghadapi suatu persoalan terlebih baiknya di kenai persepsi yang mendasar dan bercabang untuk menghasilkan keputusan yang lebih memiliki hasil yang baik.

Mendaki Puncak Pergunungan Matematika

Dalam mengajar pembelajaran matematika SD, guru perlu mengembangkan pendekatan secara kotekstual dan realistis terhadap siswanya. Hal ini akan memberikan kesempatan siswa untuk mencoba mengidentifikasi masalah Matematika sehingga siswa mampu berfikir kreatif untuk mengembangkan alternatif cara dalam pemecahan masalah. Dari pendekatan ini, siswa diharapkan selangkah lebih menguasai matematika dengan antusias. Dalam menciptakan pembelajaran Matematika yang efektif, guru perlu membangun stimulus dan memfasilitasi siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah dengan menerapkan pembelajaran yang inovatif sehingga siswa dapat berperan aktif, berpikir kreatif, dan memaknai setiap pembelajaran yang diberikan. Perasaan senang dalam belajar Matematika, siswa harus dapat membangun pengetahuan Matematikanya sendiri. Dalam pembelajaran Matematika, konsep yang akan dikonstruksikan kepada siswa sebaiknya dikaitkan dengan konteks nyata yang dikenal oleh siswa dan konsep yang dikonstruksi oleh siswa itu sendiri. Bahan refleksi ini mengacu pada artikel internasional karya Prof. DR. Marsigit, MA, yang pernah dipresentasikan pada tahun 2010 di Pyang Wei, Thailand, dengan judul The Ice-Berg approach of Learning Fraction in Junior High School: Teacher’s Reflection Beyond Lesson Study. Ice-Berg dapat diartikan sebagai gunung es. Dalam konsep gunung es, matematika realistis dibagi menjadi 4 bagian utama. Tahapan paling rendah adalah matematika konkret, kemudian model konkret, diatasnya ada model formal, dan yang paling atas adalah matematika formal. 1. Matematika Konkret Merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan matematika, yang dapat dilihat bentuk nyatanya secara konkret, misalnya pohon, banyaknya daun dalam sebatang pohon, dan lain sebagainya. 2. Model Konkret Berbentuk gambar atau foto dari bentuk nyata matematika konkret, yang telah terkena manipulasi atau campur tangan, misalnya gambar atau foto sebatang pohon, foto binatang dan lain sebagainya. 3. Model Formal Dalam model formal, penjumlahan dilakukan dengan menggunakan model berupa foto atau gambar. Foto atau gambar disiapkan sejumlah bilangan yang akan dijumlahkan, sehingga untuk mengetahui hasil penjumlahan, siswa harus menghitung banyaknya foto atau gambar tersebut. 4. Matematika Formal Merupakan tingkatan paling tinggi dalam Ice Berg. Dalam matematika formal, penjumlahan matematis tidak lagi dilakukan menggunakan model berupa foto maupun gambar, melainkan langsung menggunakan bilangan yang akan dijumlahkan. Di Indonesia, Gunung Es atau Ice Berg tidak mungkin ditemukan. Yang ada gunung berapi, sehingga untuk konteks pembelajaran matematika realistik di Indonesia, model Ice Berg atau gunung es dapat direpresentasikan dengan menggunakan gunung berapi (volcano). Dengan mengenal tingkatan pada gunung es tersebut, diharapkan guru dapat membelajarkan matematika formal di sekolah dengan menggunakan intuisinya. Dalam pembelajarkan matematika di sekolah menggunakan intuisi, guru harus mengenal adanya hermeneutika. Hermeneutika dapat diartikan sebagai silaturrahim atau komunikasi. Selain itu, hermeneutika harus dapat menerjemahkan dan diterjemahkan dalam hal apapun. Hermeneutika dalam belajar matematika sangatlah penting, karena matematika sangat sopan santun terhadap ruang dan waktu. Contohnya guru menerjemahkan siswa, siswa menerjemahkan matematika, dan lain sebagainya. Melalui metode iceberg diharapkan dapat memberi petunjuk dan menjadi referensi bagi guru dalam perkembangan pembelajaran Matematika. Sehingga pembelajaran dikelas tidak selalu bersifat teacher center akan tetapi berorientasi pada student center. Untuk itulah, Guru sebagai fasilitator, harus bisa menciptakan suasana-suasana yang mendukung keefektifan belajar Matematika bagi siswa.

Selasa, 19 Maret 2013

Refleksi Fleksibelitas Kegiatan Belajar Mengajar Mata Pelajaran Matematika Negera Sakura

Negara Jepang merupakan salah satu negara termaju dalam berbagai bidang kehidupan, seperti ekonomi, teknologi, ilmu pengetahuan, sosial, politik, dll. Kemajuan-kemajuan ini tentu berkaitan erat dengan kemajuan pendidikan dinegara tersebut. Tidak mengherankan bahwa Negara Jepang dapat menghasilkan manusia-manusia yang cendikia dan begitu inovatif. Diliat dari kegiatan belajar mengajar diJepang, khususnya pada bidang matematika dirancang menjadi susunan kegiatan belajar mengajar yang sistematis. Hal ini dapat diketahui dalam rencana kerja (working plan) yang disiapkan guru untuk setiap pertemuan kelas dengan menguraikan materi apa yang akan dibahas, apa yang harus dilakukan murid, dan apa yang harus dilakukan guru, serta bagaimana cara melakukannya. Dengan demikian, baik murid maupun guru memiliki pedoman arahan yang jelas dalam proses belajar-mengajar. Dalam pengelolahan kelas dilakukan oleh dua guru pembimbing dalam proses belajar-mengajar. Tugas mereka sebagai team teaching memberikan fasilitas yang dikelola secara fleksibel. Disana guru menjadikan murid-muridnya sebagai subjek bukan sebagai objek. Tidak mengherankan bahwa murid-murid kelas dua sekolah dasar mampu menyusun pola penyelesaian matematika dengan berbagai cara mereka sendiri. Di awal biasanya guru memberikan arahan kegiatan belajar mengajar yang akan dilakukan. Kemudian murid memberikan penjelasan sebagai pengantar, dilanjut dengan melakukan diskusi sesama mereka dan bahkan mengeksplorasi menggunakan alat pembelajaran seperti multimedia, laboratorium, dan lain-lain sesuai dengan mata pelajaran dan kebutuhan. Hasil diskusi dan eksplorasi tersebut lalu dipresentasikan di depan kelas dengan bimbingan guru. Dari kesimpulan hasil diskusi dan eksplorasi kegiatan belajar mengajar dapat memberikan informasi bahwa suatu tujuan tidak hanya dapat ditempuh dalam satu jalan. Jadi seorang murid pun mampu menunjukan jalan penyelesaian sesuai pemikirannya.

Rabu, 06 Maret 2013

REFLEKSI KELAS, 28 Februari 2013 : PROBLEMATIKA PEMIKIRAN MAHASISWA TERHADAP MATEMATIKA

Pertemuan ketiga pada Mata Kuliah Konsep Dasar Matematika SD II membahas tentang problematika yang masih membelenggu dibenak mahasiswa, khususnya kelas 2F PGSD. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan melalui selembar kertas dengan syarat 2 pertanyaan minimal dari mahasiswa langsung dijawab oleh Bapak Marsigit selaku dosen pengampu. Menurut Beliau, jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para mahasiswa, sebenarnya telah ada diblog beliau dengan alamat http://powermathematics.blogspot.com/. Pertanyaan yang dan masih membuat terbelenggu adalah tentang metode induksi dan deduksi. Menurut Bapak Marsigit, cara berpikir pada garis besarnya ada dua, yaitu induksi dan deduksi. Metode deduksi dapat digambarkan seperti kata matematika murni / formal / aksiomatik yang dapat ditetapkan mulai dari definisi kemudian dibuat aksioma dan terioma, dilanjut dengan terioma baru sebagai pemecahan persoalan yang ada. Sedangkan dalam lingkungan sehari-hari, deduksi begitu alami. Misalnya saja dalam bentuk pengamatan. Pengamatan yang dilakukan awalnya secara umum yang berangsur ke khusus. Inilah yang disebut dengan metode deduksi. Metode induksi berbalik definisi dengan metode deduksi. Dalam metode induksi pemaparan terhadap suatu masalah dapat diungkapkan dari segi khususnya ke segi umumnya. Namun pada dasarnya, kedua metode tersebut bersama-sama saling bersenergi dan bersifat dinamis. Perbandingan intensitas antara kedua metode tersebut disesuaikan oleh ruang dan waktu. Setinggi-tingginya ilmu dalam filsafat adalah sopan santun. Jika ingin memberikan pembelajaran matematika secara efektif dan efisien lerlebih baiknya mempelajari sopan santun terhadap siswa dan sopan santun terhadap matematika. Begitupun dengan metode ceramah yang biasa disebut sebagai metode klasikal harus sopan santun terhadap siswa. Untuk itulah, diperlukan pembelajaran inovatif yang tidak menyalahkan suatu keadaan maupun terhadap siswanya. Pembelajaran inovatif bukan hanya menggunakan metode diskusi tapi juga bisamenggunakan metode online, latihan, kerja praktek laboratorium dan refleksi. Persoalan matematika berada pada gurunya yang menggunakan metode diskusi yang belum dibiasakan, belum dilaksanakan, dan belum memenuhi kriteria. Faktor lain sebagai penyebab persoalan yang terjadi karena adanya faktor kebijakan sistem pemerintah dalam menentukanproses pembelajaran. Ketika guru hanya tunduk dengan aturan tanpa mengetahui makna dari peraturan tersebut, maka guru tersebut kehilangan intuisi/hati nurani. Intuisi merupakan pemahaman yang tidak dapat dijelaskan kapan dan dimana terjadinya. Intuisi tidak hanya dimiliki oleh anak keci; saja. Semua orang perlu mengembangkan intuisi-intuisi, pencerahan yang begitu saja turun dan tidak diketahui datangnya dari mana. Intuisi sangat penting dan dapat diperoleh melalui pergaulan baik dalam lingkungan, teman, dan keluarga. Metode berfikir dari yang paling tinggi, antara lain hakikat, metode, dan etika. Sedangkan ilmu itu terdiri dari pikiran dan pengalaman. Pikiran itu termasuk dalam suatu logika yang dapat dibedakan menjadi a priori dan a posteriori. A priori dapat memikirkan yang belum terjadi sedangkan a postetiori dapat memikirkan kalau sudah terjadi. Dari penjelasan terhadap Problematika pemikiran mahasiswa terhadap matematika dapat diketahui dan memberikan suatu pengalaman tentang proses belajar mengajar. Pertanyaan : program seperti apa yang dapat membenahi sitem pendidikan yang inovatif dan dinamis ?